Senin, 03 Mei 2021

Belajar Dari Pengalaman Pahit Musibah Sriwijaya air dan Tenggelamnya KRI Nanggala 402

Oleh : Syahrial-Ketua Umum DPPHIMMA 


Tahun 2021 ini kita diliputi suasana duka cita mendalam bagi bangsa Indonesia, khususnya Ramadhan kali ini disebabkan oleh musibah yang dialami oleh kapal selam KRI Nanggala 402. Saat sedang berduka atas musibah jatuhnya pesawat Sriwijaya air muncul musibah Longsor, Gempa Bumi Hingga Badai Angin di Sejumlah daerah. Belum selesai semua duka itu kini kita mendapakan bahwa kapal selam Nanggala 402 tenggelam di perairan Bali.

Sebelumnya pencarian kapal selam tersebut dibantu beberapa negara seperti Australia, Malaysia, Singapura, India, hingga Amerika Serikat hingga kita daaptkan kabar terakhir bahwa 3 bagian kapal telah ditemukan dan kapal itu berstatus On Eternal Patrol yang berarti patroli untuk selamanya (tidak akan kembali lagi).

Muncul banyak pertanyaan dalam benak kita, Ada apa sebenarnya dengan bangsa ini? apakah ada sistem yang salah? atau jika kita khususkan ada apa dengan perangkat Pesawat hingga Alusista yang kita miliki? saya pribadi adalah orang yang tidak punya wewenang ataupun kekuasaan secara khusus untuk mengetahui sampai sejauh mana hal itu diungkapkan, namun saya yakin hal tersebut cukup mengganggu pikiran kita semua.

Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ/SJY 182 yang kemarin jatuh merupakan Pesawat berjenis Boeing 737-500 dimana dalam kurun 10 Tahun ini sudah mengalami 5 Kecelakaan. Usia pesawat yang terjatuh tersebut sudah 26 Tahun. Jika mengacu Undang-undang sebelumnya yakni Permenhub No 155 Tahun 2016 Tentang Batas Usia Pesawat Udara yang digunakan maka Pesawat tersebut sudah tidak layak. sayangnya Undang-undang tersebut justru dicabut dengan beredarnya PM No 27 tahun 2020. Kita tidak perlu membahas apakah ada persoalan bisnis dibalik pencabutan Permenhub tersebut. Yang pasti sejak saat itu suatu maskapai tak perlu lagi membeli pesawat baru.

Kemudian kita melihat KRI Nanggala 402, dimana kita cukup tau bagaimana tangguhnya kapal selam ini. Namun kita juga agaknya perlu perhitungkan bahwa kapal tersebut berusia 42 tahun. Diketahui hanya Indonesia yang menggunakan kapal selam itu hingga usia 42 tahun.

Sekalipun sempat menjalani overhaul atau perbaikan di Korea Selatan, bukan berarti fisik kapal tetap sama dengan kondisi baru. Oleh sebab itu peremajaan sudah menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan.
Kita harus belajar dari banyaknya pengalaman pahit diatas, semua stake holder yang terlibat dalam penyediaan mengevaluasi penyebab semua musibah yang pernah terjadi. Pengalaman pahit ini dikumpulkan untuk menjadi bahan evaluasi guna mencegah terulangnya musibah besar ini.

Semoga putra-putri bangsa yang gugur beristirahat dalam damai. Dan seluruh keluarga yang ditinggalkan mendapat kekuatan.

Related Posts

There is no other posts in this category.