Sabtu, 12 Agustus 2023

MALU DAN KEMALUAN


ADA SEORANG PEREMPUAN yang biasa-biasa saja. Tidak ada yang tahu apa yang dia rasakan saat ini. Apakah marah, gelisah, kecewa, sakit hati, atau mungkin merasa seperti mau mati saja. Sekali lagi tidak ada yang tahu. Sebab  yang orang-orang tahu adalah dia telah hamil di luar nikah dan akan melahirkan tanpa suami.

Orang-orang melihatnya sebagai aib, sebagai penyakit, dan sebagai dosa. Mereka menatapnya dengan tatapan yang menghakimi dan mulut mereka mencemoohnya tiap saat. Perempuan itu bukan tidak tahu, dia melihat dan mendengar, dia juga merasakan bagaimana sulitnya tetap berdiri di atas kakinya sendiri.


Orang tidak pernah bertanya, siapa yang membuat perut perempuan itu membesar? Siapa lelaki itu? Namun mereka terus menunjukkan taring mereka pada perempuan yang sudah kehilangan segalanya itu. Perempuan itu bukan hanya kehilangan harga diri, kesucian, dan martabatnya, dia juga kehilangan nama dan wajahnya di antara semua orang itu. Cita-cita, impian, masa depan, semangat dan ambisi, semua telah direnggut darinya. Semua dalam diri perempuan itu telah hilang, menyisakan gumpalan darah di perutnya yang sebentar lagi lahir ke bumi. 


Hari dan tahun berlalu, perempuan itu berhasil membesarkan anaknya. Tanah dan langit menjadi saksi bisu bagaimana perempuan itu berjuang melewati masa-masa kelamnya. Perempuan itu tak lagi takut dengan pandangan dan perkataan orang-orang, sebab pikirnya, "TANGANKU HARUS BEKERJA, TAK ADA WAKTU UNTUK MENUTUP MULUT DAN MATA ORANG-ORANG ITU".


Selain itu, ada hal yang lebih menakutkan bagi perempuan itu, yaitu jika kelak anaknya sudah semakin besar lalu dia bertanya di mana ayahnya. Duhai, bagaimana perempuan itu akan bercerita kepada anaknya? Bagaimana perempuan itu akan menggambarkan sosok lelaki yang sudah menanam akar kepahitan di hatinya itu? Haruskah ia menyebutnya bajingan? Biadap? Bodoh? Bangsat? Atau terpaksa tetap menamainya 'suami', untuk menyenangkan hati anaknya? Sebab sebenci-bencinya dia pada lelaki itu, dia tak dapat memungkiri bahwa darah lelaki itu mengalir dalam nadi anaknya.  Demikianlah perempuan itu bergumul dengan dilema hatinya sendiri. 


Suatu hari lelaki itu kembali ke dusun, membawa serta keluarga kecilnya. Si Perempuan hanya bisa menghembuskan nafas dengan berat, sebentar lagi anaknya pasti akan mendengar bahasa tak sedap dari orang-orang di dusun. Apa yang harus dia lakukan? Memohon belas kasihan orang-orang demi menjaga hati anaknya? Mengemis pada lelaki itu untuk mengakui darah dagingnya yang ia tinggalkan begitu saja? Atau membawa pergi anaknya ke tempat yang jauh hingga tak seorang pun mengusik mereka? Ah, semua pilihan terasa begitu berat.


Maka di tengah malam ketika bulan purnama, perempuan dan anaknya yang sudah kelas 5 SD duduk mengeliling perapian di halaman belakang rumah. Perempuan itu berkata kepada anaknya, "ORANG DEWASA YANG BARU PULANG KEMATRIN ADALAH AYAHMU". Anaknya terkejut, isi kepalanya mungkin sedang kalang kabut. Si anak memutuskan, ia akan menemui ayahnya esok. Perempuan menatap anaknya, dia bisa merasakan betapa anak kecil itu sangat bahagia. 


Sore hari ketika Si Perempuan sedang menyiram sayur di sawah, anaknya datang tergopoh-gopoh dengan neneknya, mereka muncul dengan mata merah dan bengkak. "Saya dan anakmu datang ke ayahnya, namun dia tak menggubris kami dan membiarkan kami ditertawakan oleh orang-orang." Pahit, sekali lagi perempuan itu merasa tubuhnya dipenuhi kepahitan, ditatapnya Ibu dan anaknya.


Anaknya membalas tatapannya sambil berkata, "Ibu, jika dia ayahku kenapa dia tidak senang ketika aku datang? Apakah dia tidak menerimaku sebagai anaknya?" Lidah perempuan itu kelu. Mulutnya seperti penuh dengan paku. Pertanyaan ini adalah pertanyaan paling menakutkan yang ingin ia kubur sekuat tenaga. Dia tak ingin menjawab, sebab dia tahu anaknya pasti akan terluka jika mengetahui kenyatannya.


Perlahan dia merengkuh anaknya kepelukannya sambil membelai kepalanya dengan sayang dan berbisik, "ANAKKU, LELAKI ITU BUKAN AYAHMU, SEBAB LELAKI ITU HANYA PUNYA KEMALUAN TAPI TAK PUNYA MALU". Dia bukan ayahmu, sebab seorang ayah pasti mencari dimana darahnya berada. Lelaki itu tidak melakukannya bukan? Maka dia bukan ayahmu. Ayo! kita berpesta, kita rayakan kematian lelaki itu; dan mulai hari ini jangan biarkan apapun tentang dia melekat dalam hidup kita.


Anak perempuan itu kini tertawa riang, ia sudah hampir dewasa.  Sebentar lagi dia akan masuk perguruan tinggi, namun ia sadar betul bahwa selamanya dia adalah anak-anak bagi ibunya. Rupanya sangat mempesona dan budi pekertinya baik. Ia tumbuh dengan cinta dan luka dari ibunya, dan itu menjadikannya kuat. Ia dan ibunya telah melakukan banyak hal untuk tetap hidup dan menjalani kehidupan. Tak sedikit orang yang memujinya oleh karena kecerdasan dan kecantikannya, namun sangat banyak pula orang-orang mempertanyakan, kenapa nona tidak punya ayah?


Dan kali ini ketika temannya bertanya, kenapa tak punya ayah? anak perempuan itu menjawabnya di atas podium saat menyampaikan pidato kelulusannya. "AKU TIDAK PUNYA AYAH KARENA AKU TIDAK MEMBUTUHKANNYA. AKU PUNYA IBU, SEBAB AKU SANGAT MEMBUTUHKANNYA. DAN MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA ADALAH MEREKA YANG DIBUTUHKAN ITU. IBU, AKU MEMBUTUHKANMU SAMPAI AKU TUA DAN MATI. TERIMA KASIH".


Anak perempuan itu mengakhiri pidatonya dan turun dari podium lalu berlari ke pelukan ibunya. Mereka menangis dengan bahagia, mereka menangis karena telah menang atas kepahitan. Riuh tepuk tangan dan sorakan memenuhi aula. Hari itu si anak perempuan telah membuktikan bahwa ibunya bukanlah perempuan biasa, namun perempuan yang luar biasa.


Orang-orang dusun yang pernah mencemooh dan mencibir kini menggumamkan kekaguman, ada juga yang menunduk karena malu. Namun di antara keributan itu ada seorang LELAKI yang terduduk di sana dengan kosong dan hampa, dengan hati yang pedih dan perih. Belum pernah dalam hidupnya dia menerima kenyataan sepahit dan sehina ini, bahwa dia ternyata hanyalah kotoran kecil di mata darah dagingnya sendiri. (*)


Penulis: Nenansi Grasiani.

Editor: Jef Beny Bunda.

Catatan: Tulisan ini dimuat di FB Berita Militer Alor tanpa menyertakan nama penulis, dan saat konformasi ke penulis namun tidak bersedia namanya dimuat.

###Salam hangat untuk semua mama-mama hebat, mau ada suami atau son ada suami, mama dong tetap hebat.###

Related Posts

There is no other posts in this category.